PELAJARAN EKONOMI ITU BERHARGA

Benar kata orang, kita akan menyadari harga sesuatu setelah kehilangannya. Dulu waktu sekolah saya merasa pelajaran ekonomi itu tidak berharga. Buat apa sih, menghitung uang yang tidak ada. Sekarang setelah usia beranjak tua, ingin balik lagi ke saat itu, ingin kembali lagi menjadi anak sekolah, duduk memperhatikan guru menerangkan pelajaran ekonomi, antusias menjawab atau mengajukan pertanyaan. Sebab ternyata, pelajaran ekonomi yang kita pelajari saat sekolah itu sangat berharga. Sewaktu sekolah memang belum terasa manfaatnya, baru terasanya sekarang setelah sekian tahun berumah tangga.

Berharga apanya?

Sebagai contoh, hal paling mendasar yang kita pelajari dalam ilmu ekonomi adalah, tentang jenis-jenis kebutuhan. Ada kebutuhan primer, ada kebutuhan skunder, dan ada kebutuhan tersier.

Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan yang harus dipenuhi supaya bisa bertahan hidup, dan bila kebutuhan ini tidak tercukupi maka keselamatan hidup akan terancam. Pelajaran ekonomi memberitahu kebutuhan primer itu ada tiga, yaitu sandang atau pakaian, lalu pangan atau makakan dan papan atau tempat tinggal.

Kebutuhan primer ini adalah kebutuhan yang paling pertama harus dicukupi dan harus menjadi prioritas.

Nah, setelah saya mengalami sendiri kehidupan berkeluarga, juga sembari memperhatikan kehidupan keluarga lain di sekitar saya, ternyata mengikuti pelajaran ekonomi yang satu ini sangat berguna.

Maha Suci Allah yang telah menganugerahkan kepada manusia ilmu pengetahuan dan menjadikannya pelajaran di sekolah. Adanya ilmu ekonomi di sekolah ini atas kehendak Allah, dan adanya jenis-jenis kebutuhan dalam pelajaran ekonomi juga atas kehendek Allah.

Dan ketika pelajaran yang satu itu kita ikuti, bahwa dalam menjalani kehidupan berumah tangga harus mendahulukan kebutuhan primer, maka saya rasakan sendiri, perekonomian keluarga menjadi lebih aman.

Saya tidak mengaku keluarga saya kaya. Malu bila harus mengaku begitu. Mobil saja tidak punya. Rumah pun hasil memperbaiki rumah yang lama, dan itu pun sebagiannya disumbang dari pemberian mertua. Sawah juga tidak punya sawah sendiri, punya pembagian dari mertua. Tidak, sama sekali saya tidak mengakui diri ini kaya. 

Saya hanya merasa, perekonomian rumah tangga saya terasa aman. Anak mau beli seragam sekolah, uangnya ada. Mau beli buku, uangnya ada. Mau beli tas, uangnya ada. Beras di rumah tersedia, pakaian cukup. Rumah masih terasa layak huni. Kendaraan buat pergi ke sana-kemari, buat antar jemput anak sekolah ada. Amanlah.

Dan keamanan ini saya kira, karena selama ini dengan pertolongan Allah, saya berusaha memprioritaskan kebutuhan primer daripada yang lainnya. Sebisa mungkin, beras harus selalu tersedia. Sebisa mungkin saya, istri dan anak harus punya pakaian. Jangan sampai anak memakai pakaian kekecilan saking tidak adanya uang buat membeli. Sebisa mungkin mengumpulkan uang buat membeli bahan-bahan untuk membangun rumah saat melihat banyak bagian rumah sudah rusak.

Setelah semua itu tercukupi, saya bisa menyimpan uang buat keadaan darurat.

Dan saat saya kembali mengingat pelajaran ekonomi paling dasar, ternyata keamanan yang saya rasakan ini sesuai dengan apa yang ilmu ekonomi ajarkan di sekolah, bahwa kebutuhan yang paling pertama harus dipenuhi adalah kebutuhan primer.

Itu dari satu materi pelajaran saja, dan masih berjubel-jubel lagi lautan ilmu ekonomi di sekolah yang tentunya akan sangat menarik dan berharga bila kita mau memahami dan mengaplikasikannya. Ingin saya balik lagi ke sana, dan belajar dengan lebih baik dan lebih tekun, lebih fokus mendengarkan guru dan lebih tekun mengerjakan apa pun yang ditugaskan dalam buku dan yang ditugaskan oleh guru.

Namun sekarang sudah terlambat. Saya sudah empat puluh tahun, sudah berumah tangga, sudah punya dua anak yang harus dicukupi kebutuhannya. Sudah tidak mungkin lagi masuk ke SMP untuk belajar. Sekarang saya hanya bisa mengobati rasa haus akan ilmu ekonomi dengan hanya membaca buku-buku tanpa bisa berinteraksi di sekolah dengan guru.

Yang bisa saya lakukan hanyalah berpesan kepada adik-adik yang sekarang masih belajar di bangku sekolah. Kamu sekarang berada di sana, duduk di bangku sekolah, belajar setiap hari, itu kesempatan, karena kalian sedang menimba sesuatu yang sangat berharga yang bila ilmu itu berhasil kalian dapatkan, maka kalian akan mendapatkan sesuatu yang lebih berharga dari emas. Kamu cari emas, terus kamu dapat, terus karena ada kebutuhan emas itu kamu jual ya sudah, habis. Namun kamu sekarang mencari ilmu di sekolah lalu ilmu itu kalian dapatkan, maka ilmu itu takkan pernah habis akan terus bermanfaat bila kalian meresapi dan mengaplikasikannya ke dalam kehidupan.

Jangan seperti saya yang waktu sekolah menganggap ilmu yang sedang saya pelajari itu tidak berharga sehingga saya belajar asal-asalan, menganggapnya tidak akan berguna, karena akibatnya terasa sekarang, saya menjadi orang tidak berguna. Kalaulah berguna, mungkin sekarang sudah menjadi ahli ekonomi yang mungkin bisa memperbaiki perekonomian masyarakat. Kalau saya pinta ekonomi, mungkin orang lingkungan saya tidak akan terjerat utang ke rentenir. Yang jualan mungkin tetap bisa berjualan tanpa harus mengalami kebangkrutan karena terlilit utang ke rentenir. Yang beternak ayam petelur, mungkin bisa saya tolong agar peternakannya tetap jalan tanpa harus terhenti karena lilitan utang ke bank. Tapi karena saya bodoh, tak ngerti banyak ilmu ekonomi, jadi tak bisa berbuat apa-apa.


Komentar

Recent Posts